
Terungkapnya Rahasia Film 'Tak Bisa Menolong': Dari Judul hingga Sindiran Patriarki
Film 'Tak Bisa Menolong' (CJ ENM) yang disutradarai oleh Park Chan-wook menuai pujian berkat narasi menegangkan sekaligus humoris dan sinergi para aktornya. Baru-baru ini, tim produksi merilis "Informasi Terlalu Banyak" (TMI) pertama yang mengungkap detail menarik di balik layar.
TMI pertama membahas judul film. Sutradara Park Chan-wook menjelaskan bahwa 'Tak Bisa Menolong' (어쩔수가없다), ditulis tanpa spasi, dimaksudkan untuk menangkap nuansa ungkapan kepasrahan dalam bahasa Korea yang diucapkan dalam satu tarikan napas. Ia juga mengungkapkan bahwa judul alternatif yang dipertimbangkan antara lain 'Mogaji' (leher, merujuk pada pemecatan) dan 'Hal yang Dilakukan di Musim Gugur', yang masing-masing membawa makna tematik terkait ketidakpastian pekerjaan dan perubahan musim.
TMI kedua menyoroti rumah, elemen krusial bagi protagonis 'Mansu' (diperankan oleh Lee Byung-hun). Rumah bertingkat dua dengan taman ini, yang diperoleh 'Mansu' dengan susah payah, menjadi motivasi utama perjuangannya untuk melindungi keluarga dan rumahnya setelah dipecat secara tak terduga. Lokasi rumah di area terpencil yang dulu merupakan peternakan babi, menambah kesan terasingnya. Namun, keterikatan 'Mansu' justru karena rumah ini adalah tempat kenangan masa kecilnya dan ruang yang ia renovasi sendiri, yang mengintensifkan tekadnya untuk mempertahankannya.
TMI ketiga mengeksplorasi arah artistik baru Park Chan-wook. Jika karya sebelumnya, 'Keputusan untuk Berpisah', digambarkan sebagai puisi, maka 'Tak Bisa Menolong' disajikan sebagai prosa, yang berfokus pada narasi realistis. Park membandingkan tema-temanya, menyatakan bahwa 'Keputusan untuk Berpisah' menggali sisi feminin, sementara 'Tak Bisa Menolong' mendalami sisi maskulin.
Terakhir, TMI mengungkap kritik terhadap struktur patriarki dalam film. 'Tak Bisa Menolong' mengamati 'Mansu', seorang pria yang berpegang teguh pada gagasan tradisional tentang maskulinitas dan peran sebagai pencari nafkah, dengan tatapan yang terukur alih-alih penuh iba. Sinematografer Kim Woo-hyung menyebutkan bahwa gaya pengambilan gambar yang sengaja mengaburkan sudut pandang saat fokus pada 'Mansu' sendirian di kamarnya, mendorong penonton untuk menjaga jarak objektif, memungkinkan pandangan yang lebih kritis terhadap narasi dan situasi karakter.
Pengungkapan di balik layar ini diharapkan dapat mendorong penonton untuk menonton film berkali-kali demi mengapresiasi lapisan cerita yang kompleks.
Lee Byung-hun memerankan 'Mansu', seorang pria yang menghadapi pengangguran dan krisis yang menyertainya. Penampilannya dipuji karena penggambaran nuansa seorang ayah yang berjuang untuk mempertahankan ekspektasi patriarki tradisional di tengah kesulitan. Aktor ini sekali lagi menunjukkan fleksibilitas dan kedalamannya dalam peran ini.